Rabu, 25 Maret 2020


Peranan R.A.A.Wiranatakusumah V Dalam Penyebaran Tembang Sunda Cianjuran (Mamaos)



      Di lingkungan masyarakat Cianjur Dalem Pancaniti diyakini sebagai pelopor Tembang Sunda Cianjuran. Dalem pancaniti merupakan bupati yang pemerintah cianjur dalam kurun waktu 1834-1863. Dalem pancaniti merupakan nama panggilan karena nama resmi Bupati Cianjur tersebut adalah R.AA.Kusamahningrat yang sewaktu kecil memiliki nama Aom Hasan. Ia memegang jabatan bupati menggantikan kedudukan ayahnya, R.AA Prawiradiredja yang memerintah Cianjur tahun 1813-1833. Meskipun sudah memegang kedudukan sebagai bupati, namun rupanya R.A.A Kusumahningrat tidak mengikuti kebiasaan R.A.A Prawiradiredja khususnya mengenai tempat tinggalnya. Selama menjadi bupati, ia tidak pernah tinggal di pendopo atau padaleman, tetapi di salah satu bangunan di dalam kompleks pendopo yang disebut Pancaniti. Oleh karena itu, masyarakat Cianjur lebih mengenal dirinya dengan sebutan Kangjeng Dalem Pancaniti. Di tempat inilah ia mencurahkan perhatiannya terhadap kehidupan dan penghidupan kebudayaan terutama kesenian sunda. Dalem Pancaniti memiliki bakat luar biasa dalam membuat tembang semata-mata tidak untuk kepentingan kesenian, tetapi juga untuk kepentingan pribadinya. Manakala dirinya ingin dengan istrinya yang tinggal di Dalem Pancaniti menulis tembang Pupuh Kinanti seperti contoh berikut:

Serat sayoga kahonjuk

Hing pangkon Dalem Dipati

Sesekar eros ermawar



Acina gambir malati

 Mustikaning pagulingan

Inten komala retnadi



Engkan dek aya piunjuk

Manawi bahan katampi

 Maksad engkan dek nepangan

 Ka panutan sanubari

 Mugi enggal diwalonan

 Dianti di Pancaniti



Surat yang adinda baca

Adalah hati terdalam Dalem Dipati

Bak bunga ros ermawar

Saripati gamabir melati

Mustika diperaduan Bak intan memancarkan cahaya



Kakanda mempunyai maksud

Semoga dapatditerima

Satu kata hanya ingin bertemu

Dengan adinda yang terkasih

Balaslah rasa cinta ini ku menanti di Pancaniti

Sumber: Sukanda et al., 1977: 62; Surianingrat, 1982: 140; Lubis, 1998: 241.



Foto 1 R.AA Kusumahningrat atau Dalem Pancaniti dan makamnya di Pasarean Agung Cianjur

       

    Contoh surat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa Dalem Pancaniti merupakan sosok yang mempunyai selera estetika tinggi. Adanya kecenderungan mempunyai selera estetika yang tinggi, dapat kita cermati dalam mengungkapkan rasa cinta terhadap istrinya menggunakan tuturan gaya bahasa yang indah penuh simbol. Disamping itu, melalui ungkapan surat terhadap istrinya yang sangat dikasihinya tersebut mengisyaratkan bahwa Dalem Pancaniti juga sosok seorang lelaki yang mempunyai etika yang tinggi pula. Dari dua aspek tersebut yakni rasa estetika dan etika yang tinggi dapat kita interpretasikan bahwa Dalem Pancaniti adalah seorang bupati yang sangat menyenangi dunia kesenian. Oleh karena itu, seni pantun yang berkembang di Kabupaten Cianjur dari zaman Bupati Wira Tanu Datar I sampai Bupati Wira Tanu Datar IV atau R.Aria Muchyidin (1776-1813) dan kesenian tersebut menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat Cianjur Diakses dari (Seni Mamaos, Diakses dari http://ngaos-mamaosmaenpo.cianjurkab. go.id/?page_id=2. Tanggal 14 Maret 2010. Pukul 12.04 WIB). Ketika R.T Wiranagara memerintah Cianjur (1830-1834) seni pantun mulai dilupakan oleh masyarakat Cianjur bahkan menunjukkan kecenderungan punah. Kendati pun demikian, seni pantun itu masih dikuasai secara baik oleh Raden Wasitaredja, saudara kandung Bupati R.A Wira Tanu Datar VI. Oleh Dalem Pancaniti yang dibantu para seniman Padaleman antara lain Raden Askaen Raden Djaya Uhi, Raden H. Abdul Palil dan Maing Buleng. Seni pantun diolah lagi dan hasilnya menjadi seni mamaos, seni ini lebih halus aspek bahasanya dibandingkan dengan seni pantun sehingga enak didengar. Berapa lagu seni mamaos berhasil diciptakan oleh Dalem Pancaniti antara lain Layar Putri, Balagenjat, Degung Palangon, Degung Kurawul dan Degung Wabango. Dari situlah seni mamaos diciptakan dan menjadi bagian dari kehidupan social budaya kalangan menak Cianjur. Pada awal penciptaannya seni mamaos memang tidak ditujukan sebagai wadah untuk memenuhi hasrat berkeseniian masyarakat Cianjur, tetapi hanya untuk dilantunkan di dalam Pendopo. Untaian kalimat dengan memakai bahasa Sunda yang sangat halus yang terikat oleh aturan pupuh menjadi salah satu bentuk prestisius bagi para menak manakala ia bisa melantunkan seni mamaos. Kelak dalam perkembangannya, seni mamaos  menjadi milik masyarakat Sunda entah dari kalangan menak atau cacah. Ornament-ornamen lagu asal tembangnya itu sendiri (lagu-lagu Jawa), mewarnai pula lagu-lagu rarancagan. Begitu juga sumber inspirasi penciptaan bentuk lagunya sendiri diambil dari seni-seni tersebut. Misalnya saja dari seni pantun tercipta Kinanti layar dari Kliningan tercipta lagu-lagu antara lain Gunungsari, Rumiang, Papalayon, dan Karaton dandari seni wayang golek tercipta lagu Pangasahan. Lagu-lagu rarancagan yang tercipta pada zaman Dalem Pancaniti antara lain dalam laras pelog, yaitu tembang Kinanti Layar (Kinanti), Sinom Tegal, Tegal Sari (Sinom), Asmarandana Pancaniti (Asmarandana), dan Dangdanggula Pancaniti (Dangdanggula). Dalam laras sorog tercipta beberapa tembang, yaitu Papalayon (Kinanti), Sinom Rancag, Sekar Gambir, Sinom Pangrawit (Sinom), Embat-embat, Karaton, Asmarandana Papalayon, Amarandana Pancaniti, Asmarandana Rancag, Eceng Gendot (Asmarandana) Waledan,Pangasahan, Dangdanggula Pancaniti, dan Bergola (Dangdanggula) Dalem Pancaniti pun berhasil menciptakan lagu degung instrumentalia yang dimainkan dengan waditra kacapi. Ada dua belas degung instrumentalia yang diciptakan oleh Dalem Pancaniti yaitu Kawitan, Suyung, Bangambarangsinanga, Jipang, Jipang Karaton, Jipang Lontang, Jipang Padusunan, Paningron, Gendre, Kurawul, Lambang, dan Putri Layar (lahirnya lagu Panambih Mamaos Cianjuran) Diakses dari http://salman-yahya.blogspot.com/2012/03/aki-endu-pelopor-lagu-panambih-mamaos.html. Tanggal (17 Maret 2020 Pukul 12:54 WIB).

Masa kepemimpinan Dalem Prawiradiredja II dapat diperkirakan sebagai masa pertumbuhan awal Tembang Sunda Cianjuran. Di samping itu, pada masa kepemimpinannya pula, patut diduga bahwa Dalem Prawiradiredja telah banyak menciptakan lagu-lagu Tembang Sunda Cianjuran yang tentu saja mendapat dukungan dan bantuan penuh dari para seniman pendopo. Malah tidak sedikit para tokoh seni Tembang Sunda Cianjuran yang berpendapat bahwa pada era Dalem Prawiradiredja II inilah tumbuh serta berkembangnya seni Tembang Sunda Cianjuran. Disamping itu, pada masa pemerintahannya pula jenis kesenian Sunda lainnya mengalami pertumbuhan sehingga tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa saat itu dipandang sebagai masa-masa keemasan seni budaya Sunda. Di antara lagu-lagu Tembang Sunda Cianjuran yang tercipta semasa Dalem Prawiradiredja II yang diketahui antara lain : dalam laras pelog adalah Bayubud dan Kentar Miring (Dangdanggula) Liwung, Ela-ela, dan Manangis (Sinom);dalam laras sorog antara lain dalam pupuh Sinom yaitu Sinom Sawat, Satria ,Setra, Kulu-kuli Barat; dan dalam pupuh Dangdanggula antara lain Telulare. Dalem Prawiradiredja II pun berhasil menciptakan dua belas lagu degung instrumentalia yaitu: Purwaganti, Ujung Lautan, Manintin, Kintil Bueuk, Mangu-Mangu, Palangon, Wabango, Langensari, Papalayon, Palwa, Langgong, dan Lalayaran yang kemudian menjadi sumber inspirasi bagi penciptaan wanda panambah dalam Diakses dari Tembang Sunda Cianjuran (Lahirnya Lagu Panambih Mamaos Cianjuran. Diakses dari http://salman-yahya.blogspot.com/2012/03/aki-endu-pelopor-lagu-panambih-mamaos.html. Tanggal 17 Maret 2020 Pukul 13:12  WIB). Selain terbentuknya lagu-lagu baru, seni Tembang Sunda Cianjuran terus berkembang dan menyebar ke luar benteng pendopo. Prkembangannya, selain terjadi pada lagu-lagu juga terjadi pada alat pengiring lagu-lagunya. Jumlah kawat kacarpi yang semula hanya 5 kemudian 9 lalu 13 dan pada waktu Dalem Pacaniti telah menjadi 15 kawat kemudian oleh Dalem Prawiradiredja II ditambahkan lagi 3 kawat sehingga menjadi 18 kawat. Penambahan ini disesuaikan dengan kebutuhan pola tabuh kacapi indung terutama untuk mengiringi lagu-lagu dedegungan. Hal ini sejalan pula dengan kesenangan Dalem Prawiradiredja II terhadap lagu-lagu gamelan degung yang tabuhannya dialihkan kepada nada-nada kacapi indung. Selain itu, seni mamaos tidak hanya diiringi oleh suara kacapi, tetapi juga oleh suara suling Diakses dari (Tembang Cianjuran. Diakses dari http://situsarnes.blogspot.com/2012/03/ tembang-cianjur-an.html. Tanggal (17 Maret 2020 Pukul 13:27 WIB). Penyebaran Tembang Sunda Cianjuran ke luar wilayah Kabupaten Cianjur secara efektif terjadi pada saat jabatan Bupati Bandung dipegang oleh R.A.A WIranatakusumah V. Sebelum menjabat Bupati ia terlebih dahulu memegang jabatan sebagai Bupati Cianjur menggantikan R.Demang Natakusumah, Patih Cianjur yang diangkat sebagai wakilbupati. Selama delapan tahun memerintah Cianjur R.A.A. WIranatakusumah V mampu beradaptasi dengan lingkungan social budaya menak Cianjur sehingga dapat memainkan peran sebagai pelindung seni mamaos. R.A.A Wiranatakusumah menjadi Bupati Cianjur selama kurang lebih delapan tahun. Selama kurun waktu itu, ia memiliki perhatian besar terhadap kesenian, khusunya terhadap mamaos. Ia tidak menghapus tradisi mamaos sebagai salah satu bentuk kalangan para menak Cianjur. Tetapi sebaliknya ia mampu menjadikan dirinya sebagai bagian dari tradisi tersebut sehingga eksistensi seni mamaos dapat dipertahankan. Selain mengapresiasi terhadap seni mamaos R.A.A Wiranatakusumah pun sangat menikmati alunan music instrumentalia yang dimainkan oleh para nayaga degung kabupaten yang dipimpin oleh Abah Idi. Nama perangkat degungnya, Pamagersari, selalu dimainkan secara rutin di pendopo Kabupaten Cianjur (Dian Hendrayana. Wiranatakusumah, Degung, dan Cianjuran. Diakses dari http:// newspaper.pikiran-rakyat.com/pr-print. php?mib=beritadetail&id=130076. Tanggal (17 Maret 2020 Pukul 13:39 WIB). Kepeduliannya terhadap seni mamaos tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya memajukan perekonomian masyarakat Cianjur, khususnya di sector pertanian. Keberhasilannya mengakibatkan dirinya punya waktu yang relative senggang karena tidak diganggu oleh persoalan-persoalan perekonomian. Dalam konteks inilah kita bisa memahami bahwa iringan music yang keluar dari Pamagersari merupakan symbol kebahagiaan atas keberhasilannya memipin Kabupaten Cianjur. Tidak hanya itu, ia pun lantas menjadikan seni mamaos sebagai bagian dari ungkapan rasa syukurnya karena di dalamnya terkandung nilai estetika dan etika yang adiluhung. Ke adiluhung itu semakin terasa manakala seni mamaos dilantunkan akan melahirkan keharuan dalam perasaan karena disinggung memindahkan dirinya ke Bandung tahun 1920, untuk menggantikan kedudukan R.A.A Martanagara dan kerap menghiasi pergelaran seni di Pendopo Kabupaten Bandung di bawah pimpinan Abah Idi. Bahkan ia kemudian memerintahkan para abdi dalemnya untuk membuat satu perangkat degung lagi yang kemudian diberi nama Purbasasaka dan Para Narayaganya berada di bawah kepemimpinan Abah Oyo (Dian Hendrayana. Wiranatakusumah, Degung, dan Cianjuran. Diakses dari http://newspaper. pikiran-rakyat.com/pr-print.php?mib=beritadetail&id=130076. Tanggal 17 Maret 2020 Pukul 13:50 WIB).  Untuk melestarikan sekaligus memperkenalkan seni mamaos kepada kalangan kaum menak Bandung R.A.A Wiranatakusumah V pun memboyong R.Etje Madjid seorang seniman mamaos terkemuka ke Bandung. Pada awal keberadaannya di Bandung, seni mamaos masih dipertontonkan hanya di kalanganmenak. Para pejabat di lingkungan Kabupaten Bandung pun menerima kehadiran seni mamaos dan tidak terkemuka pada saat itu. Bersama-sama dengan suaminya, R.Emung Purawinata, Nyi Mas Saodah kerap di panggil ke Pendopo untuk mempertontonkan keadi luhungan seni mamaos di hadapan Bupati R.A.A Wiranatakusumah V Dian Hendrayana. Wirana-takusumah, Degung, dan Cianjuran. Diakses dari http://newspaper. pikiran-rakyat.com/pr-print.php?mib= beritadetail&id=130076. Tanggal 17 Maret 2020 Pukul 13:59 WIB). Lambat laun, seni mamaos mulai diperkenalkan kepada kalangan masyarakat biasa karena menurut Wiranatakusumah eksistensi seni mamaos akan terjaga apabila masyarakat luas merasa memilikinya. Pemikiran yang progresif inilah yang menghantarkan seni mamaos keluar dari pendopo dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. R.A.A Wiranatakusumah V memerintahkan R.Etje Madjid untuk mengajarkan seni mamaos kepada setiap orang yang ingin mempelajari kesenian yang diciptakan oleh Dalem Pancaniti itu. Selain itu, R.A.A Wiranatakusumah pun menjadikan seni mamaos sebagai lagu penghormatan bagi setiap tamu agung yang berkunjung ke pendopo Kabupaten Bandung Diakses dari (Dian Hendrayana. Wiranatakusumah, Degung, dan Cianjuran. Diakses dari http://news paper.pikiranrakyat.com/pr-print.php?mib=beritadetail&id=130076. Tanggal 17 Maret 2020 Pukul 14:05 WIB). Masyarakat ternyata menyambut positif seni mamaos itu sehingga tidak sedikit yang ingin mempelajari kesenian itu. Dari sinilah seni mamaos kemudian berkembang di tengah-tengah masyarakat biasa. Hal itu bisa dilihat dari suatu kenyataan bahwa pada 1920-an, di Bandung kerap kali diselenggarakan kongkur mamaos yakni suatu aktivitas lazimnya sebuah festival atau pasanggiri yang kerap kita temui pada masa sekarang. Kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai indicator bagi perkembangan seni mamaos di Kabupaten Bandung. Dengan perkataan lain R.A.A Wiranatakusumah telah berhasil menjadikan seni mamaos sebagai kekayaan budaya Sunda yang dimiliki oleh setiap masyarakat tanpa dibedakan oleh status sosialnya. Dengan demikian, jelaslah kiranya peranan R.A.A Wiranatakusumah dalam menyebarkan seni mamaos ke luar wilayah Cianjur. Atas usahanya itu, seni mamaos yang tadinya diciptakan untuk konsumsi para menak menjadi kekayaan budaya Sunda yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat tanpa memperhatikan status sosialnya. Seni mamaos yang tadinya dianggap sebagai milik kaum menak, atas usaha R.A.A Wiranatakusumah V itu menjadi milik masyarakat Sunda. Selain itu, setelah diterima sebagai bagian dari kehidupan social budaya masyarakat Sunda. Istilah mamaos kemudian diganti menjadi Cianjuran atau lengkapnya Tembang Sunda Cianjuran atas usul M.A Salman tahun 1932 melalui siaran NIROM.  Nama tersebut kemudian disahkan dalam Musyawarah Tembang Sunda Cianjuran tahun 1962 yang diselenggarakan di Bandung.

Rabu, 18 Maret 2020


Nama : Renita Putri Dwi Yasti

NPM :8820118027

Tingkat/Semester: 2/4

Mata Kuliah : Dasar-Dasar Menulis

Dosen Pengampu : Aan Hasanah, S.Pd., M.Pd







NGAMUMULE BUDAYA SUNDA 2020



Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (HIMADIKSI) menggelar acara “Ngamumule Budaya Sunda” setiap tahunnya. Acara ini digelar agar masyarakat tidak melupakan budayanya yang sangat baik. Keunggulan acara tahun sekarang daripada tahun sebelumnya lebih banyak yang mendaftar perlombaan ke acara ini bahkan ada yang dari luar kota misalnya Bogor,Sukabumi, Purwakarta. Sudah direncanakan dari awal acara akan dilaksanakan pada tanggal 16-21 Maret 2020 dan diakhiri dengan Seminar Kebudayaan. Namun acara ini ditunda terlebih dahulu karena seperti yang kita ketahui terdapat surat edaran dari KEMENDIKBUD bahwa dari tanggal 16-30 Maret 2020 tidak boleh ada kegiatan yang di luar rumah untuk mencegah Virus Corona (COVID19) di daerah Cianjur. Dari pihak panitia belum berdiskusi kembali dengan Pimpinan Prodi kapan acara Ngamumule Budaya Sunda ini akan dilaksanakan.

Menurut Nisa Purwita sebagai Ketua Pelaksana Ngamumule Budaya Sunda “Saya memaknai acara Ngamumule Budaya Sunda itu sebagai ajang untuk saya melatih mental,keberanian,public speaking dalam hal yang membuat orang lain percaya terhadap saya. Dan mau membantu dalam acara sebab ibaratnya, dalam suatu organisasi itu ketua itu ibaratnya seorang supir dimana saat penumpangnya percaya maka penumpang akan nyaman dan tidak bertindak tapi kita nya saat dapat kepercayaan dari penumpang maka penumpang tersebut  akan turun, tidak nyaman melakukan hal-hal yang tidak baik.” jelasnya 

Tentunya dalam acara Ngamumule Budaya Sunda 2020 ini memiliki tema yang pastinya harus berunding terlebih dahulu dengan panitia dan Pimpinan Prodi. Setelah ada persetujuan dari Pimpinan Prodi Ketua Pelaksana dan panitia berdiskusi tentang tema acara ini. Nisa Purwita mengatakan “untuk tema sebetulnya kita sudah mengajukan beberapa tema tapi tema yang gunakan itu saat ini diajukan oleh salah satu Dosen Pengampu untuk acara Ngamumule Budaya Sunda itu yaitu “Sadia,Satia,Sajiwa Ngamumule Budaya Sunda” . dimana tema ini itu sudah kita diskusikan dengan Dosen,Panitia,Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) se Kabupaten Cianjur dimana kita mengambil tema Sadia,Satia,Sajiwa Ngamumule Budaya Sunda yang memiliki arti Sadia yang artinya bersedia, kita sebagai masyarakat kita bersedia untuk melestarikan budaya intinya kesana yang kedua Satia artinya setia , setia terhadap kebudayaan yang sudah ada yang nantinya akan memiliki jiwa Sajiwa , pemuda-pemuda Cianjur memiliki jiwa yang sama untuk melestarikan budaya-budaya leluhur yang sekarang bisa kita lihat semakin terpikis oleh kemajuan zaman”. Paparnya

Dalam mengadakan acara ini adapun persiapan yang dilakukan oleh panitia “Persiapan yang dilakukan oleh panitia untuk menggelar acara Ngamumule Budaya Sunda kami sudah melakukan persiapan itu sekitar bulan Januari dimana Badan Pengurus Harian dari pada Ngamumule, Badan Pengurus Harian HIMADIKSI sudah beberapa kali berunding membahas mengenai acara Ngamumule Budaya Sunda ini diantaranya itu seperti menyiapkan persuratan lebih awal, membuat sebuah proposal pengajuan lebuh awal dsb. Kami sudah menyiapkan segalanya dari awal mungkin setelah membuat persuratan itu kami melakukan kerjasama dengan Guru MGMP Bahasa Sunda se Kabupaten Cianjur dan membuat sebuah perjanjian untuk 5 tahun kedepan. Dimana acara Ngamumule ini itu menjadi ajang untuk kita mahasiswa dengan Guru Mata Pelajaran di sekolah itu menjadi lebih dekat dan memudahkan kita dalam acara, semakin banyak orang yang membantu terhadap acara maka acar itu akan sukses mungkin setelah itu sudah penandatangan untuk mendapatkan perizinan kita fokus untuk menyebar surat ke sekolah-sekolah karena kita juga kan mengadakan sebuah perlombaan dimana pesertanya itu siswa siswi sekolah SMP, SMA jadi kita itu menyebarkan surat ke sekolah-sekolah. Setelah itu kita mulai fokus untuk mencari dana khusus yaitu yang sangat penting memang dari awal kita sudah merencanakan dari bulan Januari pula dana kita sudah mencari dana, terus mempersiapkan materi kira-kira pemateri dalam seminar itu siapa yang cocok. Untuk yang terakhir di bulan Febuari kita lebih kepematangan konsep dimana pematangan konsep itu kita fokus untuk runtutan acara mulai dari pembukaan,perlombaan, penutupan kita lebih di matangkan agar tidak ada kesalahan-kesalahan yang merugikan.” Jelasnya

Adapun perlombaan-perlombaan dalam acara Ngamumule Budaya Sunda  setiap tahunnya berbeda, keistimewaan dari perlombaan tahun ini panitia menambahkan perlombaan Aksara Sunda. Diantaranya ada perlombaan Maca Sajak untuk SMP/SMA Sederajat, Pupuh untuk SMP/SMA Sederajat, Aksara Sunda untuk SMP/SMA Sederajat, Biantara untuk SMP/SMA Sederajat, Dongeng untuk SMP/SMA Sederajat. Diakhir acara Ngamumule Budaya Sunda ini panitia mengadakan Seminar Kebudayaan dengan mengundang pemateri ada yang dari luar Cianjur adapun dari lingkungan Cianjur tersebut. Pemateri tersebut ialah ibu Chye Retty Imender (Penulis Karya Sastra Sunda), Aa Oni SOS (Budayawan Sunda), dan ibu Imas Rohilah, M.Pd (Ketua MGMP Bahasa Sunda se Kabupaten Cianjur). Ketika wawancara saya menanyakan kepada Husni mengapa setiap tahunnya selalu diadakan seminar?. Husni sebagai Wakil Ketua Pelaksana mengatakan “ ketika saya mengajukan untuk adanya perubahan tapi malah di tolak, tadinya saya ingin mengganti acara seminar oleh konser musik, yang dimana bintang tamunya itu sunda woles atau yang lain, tetapi tidak disetujui” ujarnya       

Kamis, 05 Maret 2020

SEJARAH IKHTISAR DIRI SENDIRI


        Hallo perkenalkan nama saya Renita Putri Dwi Yasti akan menceritakan sejarah ikhtisar kehidupan dari mulai lahir sampai berusia 20 tahun dan alhamdulillah saya masuk perguruan tinggi swasta yang tidak jauh dengan rumah. Saya lahir di Subang tanggal 19 Januari tahun 2000 kebetulan saat itu ayah sedang bertugas di Bataliyon Subang, hanya saya saja yang lahir di Subang maka dari itu sampai sekarang suka diledek sama orang tua . Pada saat bayi kata Ayah dan Ibu setiap jam 5 sore sampai jam 7 malam selalu nangis terus karena itulah saya suka diledek sama orang tua maupun keluarga dengan sebutan “Anak Kucing”. Ayah dan Ibu berusaha mencari informasi untuk kesembuhan ke tetangga-tetangga yang ada di asrama itu, dan akhirnya ada salah satu tetangga mengajak orang tua saya ke salah satu tempat untuk menyembuhkannya. Dan disana saya di gendong sama ibu di atas sumur tua, setelah itu di kasih ati ayam dan diamanati oleh orang yang menyembuhkan untuk makan di dalam angkot sampai rumah harus habis padahal masih bayi sekitar 1 atau 2 bulan dan alhamdulillah semenjak dari sana saya sehat dan tidak nangis terus.
Alamat rumah di Kampung Harjalaksana RT 01 RW 09 Desa Neglasari Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur .Tinggal bersama kedua orang tua , kakak perempuan yang bernama Rena Novianti S.Pd beliau juga salah satu alumni Universitas Suryakancana Cianjur Prodi Bahasa Indonesia, sebelum menikah beliau juga pernah menjadi guru di salah satu sekolah yang ada di Ciranjang yang bernama MA ALFASSALAM semenjak menikah dan mempunyai anak beliau tidak menjadi guru karena perintah dari suaminya sendiri untuk mengurus anak dulu dan kalau sudah besar pasti kakak juga akan mendaftar CPNS atau melamar menjadi guru di sekitar Bandung. Dan saya tinggal bersama adik perempuan yang bernama Adzra Tri Nasyah Putri dia kelas VIII. Pekerjaan ayah adalah TNI-AD dan bertugas di Koramil Bojongpicung. Sebelumnya, pernah bertugas di Koramil Cibeber sekitar 2 tahunan, ayah juga pernah ke Timor Leste selama 1 tahun, Aceh 2 tahun di beri tugas oleh pimpinan tentara. Saya merasa bahagia punya ayah seorang tentara karena tentara membantu Negara Indonesia menjadi merdeka. Pekerjaan ibu selain menjadi ibu rumah tangga  menjadi kepala sekolah PAUD Mentari di sekitar Bojongpicung.